Cari keripik pisang klik disini PASAL 1 Langsung ke konten utama

Unggulan

KITAB QURROTUL 'UYUN

 Pengarang kitab Qurrotul Uyun adalah Syekh Muhammad al-Tahami bin Madani. Qurrotul Uyun membahas tentang adab pernikahan yang memuat bab jima, kriteria memilih pasangan, hukum menikah, dan lain-lain. Qurrotul Uyun adalah kitab berbentuk syarah (penjelasan) dari nazham (syair) yang disusun oleh Syekh Qasim bin Ahmad bin Musa bin Yamun. Syekh Tahami, selaku pengarang syarakh, menjelaskan ulasan secara sistematis atas bait-bait yang disusun Syekh Qasim Yamun.        Qurrotul Uyun pada umumnya dikaji oleh banyak pesantren di Indonesia, terutama pesantren yang fokus mengaji kitab salaf. Beberapa pesantren ada yang menngaji kitab ini dikhususkan untuk santri-santri senior atau dewasa yang hendak tamat (boyong). Ada pula yang menggelar pengajian kitab tersebut khusus ketika ngaji pasanan/pasaran Ramadhan. Tidak salah apabila Qurrotul Uyun sebagai ikon “kitab panduan seks Islami” bagi para santri. Sebutan ini tidak berlebihan sebab Syekh Tahami secara gamplang memaparkan etika pernikahan sert

PASAL 1

Hukum Nikah (Pembagian Hukum Hukum Nikah)

Kemudian, sesungguhnya nikah dapat di ketahui hukum hukumnya menjadi 5 hukum:

Wajib, Bagi orang yang mengharapkan keturunan, takut akan berbuat zina jika tidak nikah.

Sunah, Bagi orang yang ingin punya keturunan, dan ia tidak takut akan berbuat zina jika tidak nikah, baik dia ingin atau tidak, meskipun pernikahannya akan memutuskan ibadah yang tidak wajib.

Makruh, Bagi orang yang tidak mau menikah dan tidak mengharapkan keturunan, dan pernikahan tersebut dapat memutuskan ibadah yang tidak wajib. 

Mubah, Bagi orang yang tidak takut akan zina, tidak berharap keturunan, dan tidak memutuskan ibadah yang tidak wajib. 

Haram, BAgi orang yang membahayakan wanita, karena tidak ada kemampuan melakukan senggama, tidak mampu memberi nafkah atau memiliki pekerjaan haram, meskipun ia ingin menikah dan tidak takut berbuat zina. 

Pembagian hukum ini juga berlaku bagi seorang wanita, dan menambahi Ibnu Arofah dengan hukum yang lain di dalam wajibnya nikah bagi wanita yang lemah dalam memelihara dirinya dan tidak ada benteng lain kecuali nikah.


Didalam pembagian hukum nikah yang lima itu, Syekh Al-Alamah Al-Hadari menazhamkan-nya dalam bentuk bahar rajaz sebagai berikut:

واجب على الذي يخشى الزنا # تزوج بكل حال امكنا 


”Wajib bagi yang takut berbuat zina # untuk menikah kapan saja waktunya asal memungkinkan”

 وزيد في النساء فقد المال # وليس منفق سوى الرجال "


Nikah wajib bagi wanita, yang tidak memiliki harta # karena tidak ada kewajiban memberi nafkah, selain bagi pria".

 وفي ضياع واجب و النفقة # من الخبيث حرمة متفقه 


"Jika kewajiban tersebut diabaikan,  menafkahi istri # dari jalan haram, para ulama berpendapat maka nikah hukumnya haram"

. لراغب أو راجي نسل يندب # وإن به يضيع مالايجب 


"Bagi berkeinginan menikah, atau ingin punya anak, disunahkan untuk menikah # meskipun amal yang tidak wajib menjadi sia-sia sebab nikah"


ويكره ان به يضيع النفل # وليس لفيه رغبة او نسل 


"Dan di makruhkan nikah apabila bisa meninggalkan ibadah yang sunah # sedang ia tidak ingin menikah, dan tidak ingin punya keturunan".

 وان انتفى ما يقتضى حكمًا مضى # جاز النكاح با لسوى المرتضى  


"Jika penyebab hukum tidak ada # maka nikah atau tidak, maka dihukumi mubah". 


Dan terjadi ikhtilaf ulama, Apakah menikah lebih utama atau tidak menikah demi untuk giat beribadah? Menurut pendapat yang paling kuat adalah menggabungkan kedua­duanya. Karena nikah bukan menjadi penghalang untuk seseorang melakukan ibadah rutin.

Komentar

Postingan Populer

TERIMAKASIH TELAH BERKUNJUNG