Cari keripik pisang klik disini PASAL 11 Langsung ke konten utama

Unggulan

KITAB QURROTUL 'UYUN

 Pengarang kitab Qurrotul Uyun adalah Syekh Muhammad al-Tahami bin Madani. Qurrotul Uyun membahas tentang adab pernikahan yang memuat bab jima, kriteria memilih pasangan, hukum menikah, dan lain-lain. Qurrotul Uyun adalah kitab berbentuk syarah (penjelasan) dari nazham (syair) yang disusun oleh Syekh Qasim bin Ahmad bin Musa bin Yamun. Syekh Tahami, selaku pengarang syarakh, menjelaskan ulasan secara sistematis atas bait-bait yang disusun Syekh Qasim Yamun.        Qurrotul Uyun pada umumnya dikaji oleh banyak pesantren di Indonesia, terutama pesantren yang fokus mengaji kitab salaf. Beberapa pesantren ada yang menngaji kitab ini dikhususkan untuk santri-santri senior atau dewasa yang hendak tamat (boyong). Ada pula yang menggelar pengajian kitab tersebut khusus ketika ngaji pasanan/pasaran Ramadhan. Tidak salah apabila Qurrotul Uyun sebagai ikon “kitab panduan seks Islami” bagi para santri. Sebutan ini tidak berlebihan sebab Syekh Tahami secara gamplang memaparkan etika pernikahan sert

PASAL 11

 Hari Yang Tidak Boleh Untuk Menikah (Menurut Islam)

Hari Yang Tidak Boleh Untuk Menikah


Syech Ibnu Yamun Menjelaskan perhal larangan yang harus di hindari saat pernikahan dalam nadzam beliau mengatakan :

ودَعْ مِن َالأيامِ يومَ الأربعاء # إن كان اٰخِرَ الشُّهُورِ

Tinggalkan hari rabu dan jangan di pakai # Jika hari rabu datang pada akhir bulan

كذاك أبّ جبّ يج يا فتى # يواكٍ كدٍ كهْ فقد أتى

Begitu pula tanggal tiga, lima, dan tigabelas, dualima, duasatu, duaempat serta enambelas



Syech Ibnu Yamun menjelaskan dalam bait bait syairnya, bahwa dalam memasuki pernikahan sebaiknya menghindari hari rabu pada setiap bulan karena ada hadits yang menjelaskan bahwa setiap rabu akhir pada setiap bulan adalah saat di turunkannya bala musibah yang merupakan hari naas


Imam Asuyuthi menjelaskankan didalam kitab jami'u shaghir bahwa hari yang di maksud adalah tanggal Tiga, Lima, dan Tigabelas, Dualima, Duasatu, Duaempat serta Enambelas dalam setiap bulan. Hendaknya seseorang menjauhi kedelapan hari tersebut dalam melakukan hal hal penting seperti: Pernikahan, berpergian, mengali sumur, menanam pohon membeli rumah, membeli baju dan sebagainya. sebagaimana yang di riwayatkan oleh ali bin abi tholib yang di nadzamkan oleh Imam Ibnu Hajar Rahimallah yang terformat bahar thowil, Beliau mengatakan sebagai berikut

تَوَقّ من الايّام سبعاً كواملاً # فلا تَبْتَدِى فيهِنَّ أمرًا ولا سَفَرْ

Jauhi ketujuh hari dengan sempurna, jangan kamu memulai sesuatu dan jangan pula berpergian

ولا تشترى ثوباً جديدًا أو خلّةً # ولا تنكح أنثى ولا تعرس الشجر

Jangan membeli baju baru atau perhiasan, Jangan menikahkan anak putri dan jangan menanam tanaman

ولا تحفرن بىراً ولا دارًا تشترى # ولا تصحب السلطان فالحذرِ الحذر

Jangan mengali sumur dan membeli rumah. Jangan bersahabat dengan raja dan berhati hatilah

ثلاثاً و خمساً ثم ثلث عشر # يتبعها من بعد ذا السادس عشر

Tanggal tiga, Lima, Kemudian Tigabelas, Tnggal tanggal berikutnya yakni taggal enambelas

والحادى والعشرون إيّاك شؤمه # و الرابع والعشرين والخامس والعشرين

Pada tanggal duapuluh satu, takutlah akan kejelekannya begitu pula tanggal duapuluhempat dan duapuluh lima

ويومَ الأربعاء وكل يوم # نهيتُك عنه فهو نحس قد استمر

Setiap rabu akhir pada setiap bulan dan seluruh hari aku melarangmu darinya  karena hari naas selamanya

روينا عن بَحْر العُلوم حقيقةً # عليٍ بن عمٍّ المصطفى سيد البشر

Kami meriwayatkan seluruh keterangan ini dari lautan ilmu yakni Ali Bin Ammil Mushthafa pemimpin umat.


Termasuk hari yang juga sebaiknya dihindari adalah hari Sabtu. Telah ditanyakan kepada Nabi Saw. tentang hari tersebut, beliau menjawab:


"Hari Sabtu adalah hari tipu daya dan tipu muslihat, karena pada hari Sabtu itulah orang Quraisy berkumpul di balai pertemuan (Darun Nadwah) guna mencari cara yang baik untuk membunuh Nabi Saw."


Begitu pula hari Selasa. Telah ditanyakan kepada Nabi Saw., dan beliau menjawab :

"Hari Selasa adalah hari berdarah, karena pada hari itu Sayidah Hawa mengeluarkan darah haid, hari terbunuhnya Ibnu Adam oleh saudaranya, Jirjis, Zakaria dam Yahya as., juru sihir raja Fir'aun, Asiah binti Mazahim (istri Firaun), serta disembelihnya sapi bani Israil." Karena alasan-alasan tersebut Nabi Saw. dengan tegas mencegah melakukan cantuk pada hari Sabtu. 


Nabi Saw. bersabda:

"Pada hari Sabtu terdapat saat yang tidak dialirkan darah. Dan pada hari Sabtu neraka  Jahanam diciptakan, Allah memberikan kuasa pada malaikat Maut untuk mencabut nyawa anak cucu Adam, Nabi Ayub menerima cobaan dari Allah Swt., serta Nabi Musa dan Nabi Harun as. wafat." 

  

Adapun tentang hari Rabu, pernah ditanyakan kepada Nabi Saw. dan beliau menjawab:

"Hari Rabu adalah hari naas, dimana pada hari itu Fir'aun ditenggelamkan bersama para  pengikutnya serta kaum Tsamud dan kaum Nabi Shaleh as. dihancurkan."


Demikian pula hari Rabu terakhir pada setiap bulan, karena hari itu adalah hari yang paling jelek. Ditambahkan, bahwa pada hari itu tidak ada pengambilan dan tidak ada pemberian. Menurut keterangan yang ada didalam kitab Ina' pada hari itu tidak boleh memotong kuku, karena hal itu dapat mengakibatkan penyakit belang. Memang ada sebagian ulama  yang meragukan keterangan tersebut, namun ternyata mereka terserang penyakit itu


Didalam kitab An-Nashihah ada keterangan untuk tidak melakukan sesuatu seperti, memotong rambut, memotong kuku, cantuk, bepergian, dan sebagainya, pada hari-hari terlarang guna menghindari bahaya yang akan menimpa orang yang melakukan hal itu pada hari-hari tersebut.  Akan tetapi, Imam Ibnu Yunus mengatakan berdasarkan keterangan dari Imam Malik: "Tidak ada halangan melakukan pijat dengan menggunakan minyak dan melakukan cantuk pada hari Sabtu. Begitu pula bepergian dan melakukan akad nikah, karena semua hari itu milik Allah Swt. Saya tidak melihat bahwa dilarangnya bahwa melakukan aktifitas pada hari-hari tertentu sebagai persoalan yang besar." Bahkan secara tidak langsung beliau mengingkari adanya hadist yang menerangkan hal itu. Ketika ditanya tentang tidak bolehnya melakukan beberapa pekerjan seperti cukur, memotong kuku dan mencuci pakaian pada hari Sabtu dan Rabu, Ibnu Yunus menjawab: "Kamu jangan memusuhi hari-hari itu, sebab hari-hari itu akan memusuhi kamu." Artinya,  jangan meyakini bahwa hari-hari itu mempunyai pengaruh yang akan membahayakan diri. Kalaupun benar-benar terjadi, hal itu tidak lain karena akibat pekerjaan yang dilakukan pada hari-hari tertentu tersebut kebetulan sesuai dengan kehendak Allah Swt. Syekh Khalil didalam Kitab nya jami' dengan nada keras memperingatkan: "Jangan tinggalkan sebagian hari-hari tertentu untuk melakukukan suatu amalan, karena semua hari adalah milik Allah Swt., tidak memberi bahaya dan tidak memberi manfaat." Imam Nawawi berkata: 


"Kesimpulannya, menjauhi hari Rabu karena keyakinan akan kejelekan  yang merupakan kepercayaan ahli perbintangan hukumnya benar-benar haram. Sebab semua hari adalah milik Allah Swt., tidak ada hari yang berbahaya dan tidak ada hari  yang bermanfaat kerena keadaan hari-hari itu sendiri. Menjauhi hari-hari yang lain juga tidak berbahaya dan tidak ada yang perlu ditakuti." Dalam arti, bahwa melakukan seperti keterangan diatas (menghindari hari-hari tertentu) hanya didasarkan pada hadits dhaif 


Sebagaimana dikemukakan oleh penyusun kitab An-Nashihah menyebutkan, bahwa sebagian ulama melakukan cantuk/bekam pada hari Rabu (dalam tulisan lain pada hari sabtu). Mereka tidak mengindahkan sabda Nabi Saw. yang artinya:


"Barang siapa melakukan cantuk pada hari Rabu (sebagian pada hari sabtu), lalu dia terjangkiti penyakit belang, maka jangan menyesal, kecuali menyesali dirinya sendiri."

Mereka menganggap hadits tersebut tidak shahih 


Selang beberapa hari kemudian mereka terjangkiti penyakit belang. Lalu sebagian dari mereka mimpi bertemu Nabi Saw., dalam mimpi dia berkata kepada Nabi Saw., namun malah beliau balik bertanya: "Apakah belum ada hadits yang datang kepadamu?." Dia menjawab:"Ada tapi hadits itu tidak shahih." Maka Rasulullah Saw. bertanya: "Apakah belum cukup bagimu?" Diapun berkata kepada Rasulullah Saw. "Ya Rasulallah, sekarang aku bertaubat kepada Allah Swt." Kemudian Nabi Saw. mendoakannya. Ketika dia bangun dari tidurnya, maka apa yang dia derita benar-benar telah hilang. 


Pengarang Syarah Ar-Risalah menambahkan sebagai berikut: "Sebaiknya hadits dhaif   seperti itu diamalkan, tanpa memandang shahih atau tidaknya, kecuali dalam masalah-masalah hukum yang setaraf." Benar, hadits dhaif itu sebaiknya diamalkan. Akan tetapi apabila dalam keadaan darurat, maka jangan sampai amal itu berhenti pada hari-hari tersebut.

Komentar

Postingan Populer

TERIMAKASIH TELAH BERKUNJUNG